25 Okt 2011

Siapa Mainkan Papua

JAKARTA–Masih berlarutnya berbagai kekerasan di Papua, di sinyalir tidak terlepas dari campur tangan pihak asing. Pasalnya tanpa dukungan logistik dari basis internasional, tidak mungkin bisa bertahan lama. Siapakah pihak asing yang bermain dalam konflik tersebut? Seperti diketahui, selain aksi kekerasan berbau se paratisme, kekerasan atas ketidakdilan perlakuan yang diterima pekerja Freeport dengan pihak mana jemen juga menambah daftar angka kekerasan di bumi cendrawasih tersebut. Ada dugaan terlibatnya pihak asing da lam berbagai kekerasan tersebut untuk membantu Papua lepas dari bumi pertiwi. Banyaknya kekayaan mineral dan kekayaan bumi lain di Papua menjadi alasan utama. Salah satu yang sudah menikmati limpahan kekayaan tersebut adalah perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serika, PT Freeport.
Seperti diketahui, keberadaan Freeport selama ini dianggap sebagai salah satu ikon kesenjangan di bumi cendrawasih tersebut Berbagai konflik dan kekerasan terjadi di provinsi paling Timur Indonesia tersebut. Mulai dari berebut ’bantuan sosial’ dari Freeport, berebut sisa-sisa tambang Freeport hingga berebut ’jatah preman’ dari perusahaan raksasa tersebut. Itu sebabnya, berbagai potensi konflik tersebut dimanfaatkan oleh pihak asing untuk memperkeruh suasana. Tujuannya, untuk menjaga eksistensi kepentingan asing di kawasan tersebut. Kepentingan asing tersebut menjaga konflik antaranak bangsa di Papua untuk menutupi kepentingan mereka. ”Papua sebetulnya bukan hal yang baru untuk dunia internasional. Saya sangat yakin kalau apa yang terjadi di sana pasti ada yang memainkan. Apalagi mereka punya link up, di London, Autsralia, Papua Nugini yang semuanya tidak lepas dari sisi pendaanan, suport pemberitaan, logistik dan sebagainya,” ujar pengamat intelejen Wawan Purwanto saat dihubungi INDOPOS, kemarin, (25/10).
Wawan juga mencurigai, serangkaian penembakan yang selama ini terjadi di Papua, sangat rapi. Layaknya dikerjakan oleh kalangan terlatih. Taktik hit and run yang biasa dilakukan untuk perang gerilya sangat jelas menandakan bahwa mereka bukan amatiran. Karena itu pemerintah jangan sampai salah menduga, siapa sebetulnya yang bermain di Papua. ”Seharusnya pemerintah sudah tahu, dari mana pasokan logistik mereka, senjata, amunisi hingga jaringan komunikasinya. Karena ini bukan mainan amatiran,” jelasnya. Lebih lanjut wawan menyarankan, agar persoalan Papua bisa diselesaikan dengan komprehensif (menyeluruh), bukan parsial.
Karena sejatinya masalah yang ada di sana sangatlah kompleks,” katanya. Menurutnya, masalah ketidakadilan dalam proyek pertambangan Freepoort merupakan bagian dari masalah tersebut. Persoalan otonomi khusus, katanya, juga harus bisa dibuka secara transparan, agar tahu kenapa ‘proyek’ yang nilainya mencapai Rp 29 triliun itu tidak berhasil. ”Menyelesaikan konflik di Papua tidak cukup hanya dengan mengirim pasukan TNI untuk mengejar separatis. Perlu ada kajian khusus soal sumber permasalahan di Papua. Terutama soal dana otonomi khusus (Otsus) Papua yang mencapai Rp 29 triliun. Memang betul, pasukan sudah menjadi kebutuhan reguler, karena ada gerakan separatis. Tapi lini-lini lain perlu dipelajari lagi.
Seperti otsus yang perlu diteliti benarbenar sampai ke bawah atau tidak,” terangnya. Wawan menilai, dengan usulan dana Rp 29 triliun lebih, harusnya kalau benar pemanfaatannya, Papua sudah berubah banyak. Perlu ada riset, apakah dana otsus yang lumayan besar tersebut sampai ke bawah atau tidak. Jangan sampai Otsus hanya dinikmati segelintir kelompok di Papua. ”Karena dampaknya politis, jika otsus gagal. Ini akan memicu munculnya gerakan-gerakan separatis yang menjadikan kegagalan Otsus sebagai sentimen pada pemerintah. Karena itu belajarlah pada penyelesaian konflik GAM,” tambahnya.
Pernyataan serupa dilontarkan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane. Dia menilai situasi keamanan yang terus memanas di Papua lantaran terlalu banyaknya ’kepentingan’ yang bermain di bumi Cendrawasih itu. Hal ini membuat situasi keamanan tidak pernah stabil. ”Banyak sekali kelompok yang ’bermain’ di sana demi kepentingan mereka. Mulai kelompok lokal yang menjadi separatis dengan tujuan memisahkan diri. Kepentingan asing yang ingin kondisi tetap status quo agar kepentingannya seperti Freeport tetap berjalan lancar dan aman,” terang Neta. Ditambahkannya, selain itu ada pula kepentingan oknum aparat keamanan terkait dana anggaran keamanan di Papua.
”Semua itu membuat kondisi dan situasi keamanan fluktuatif. Kalau keamanan diperketat maka situasi cenderung aman. Begitu pun sebaliknya, kalau pengamanannya mengendur maka situasi menjadi tidak aman,” jelasnya lagi. Menurutnya, satuan intelkam Polda Papua harus kerja extra untuk melalukan deteksi dini, selain itu Direktorat Binmas Polda Papua harus semakin intensif pula mendekati masyarakat bahu membahu dengan Pemdapemda setempat. ”Tanpa itu dilakukan akan sulit semuanya. Selama ini orang Papua diperlakukan tidak adil selama ini. Mulai dari hasil buminya yang dikeruk terus tanpa pernah mereka menikmati hasilnya. Kesehjateraannya yang terbengkalai selama ini.
Ini membuat gerakan separatis bisa tumbuh subur di Papua,” bebernya. Sementara itu, Mantan Wakil Ketua Pansus RUU DPR untuk Otonomi Khusus Papua, Effendy Choirie, meyakini ada kekuatan militer yang bermain di Papua sehingga wilayah itu terusmenerus terkesan tidak aman. ”Itu pasti, mereka ingin punya mainan,” kata Effendy yang akrab disapa Gus Choi ini, kemarin. Menurut Gus Choi, sebenarnya dengan UU Otsus Papua, rakyat Papua menjadi pihak yang dilayani. Agar persepsi bahwa pemerintah pusat tidak memperhatikan Papua itu tidak benar. “Pikiran kita di DPR dulu dengan UU Otsus Papua, orang Papua merasa dilayani dan membuat mereka tetap bergabung dengan Indonesia,” ujarnya. Akan tetapi, pemerintah dan sejumlah pihak di Indonesia malah beranggapan Otsus Papua mendekatkan diri ke arah kemerdekaan Papua.
Kondisi tersebut, menurut Gus Choi, justru membuat pihak asing yang berkepentingan dengan Papua merasa senang. ”Mungkin saja pihak asing senang, karena dengan Otsus tak jalan rakyat Papua menjadi parah dan mudah disusupi,” kata politisi PKB itu. Isu yang dimainkan pihak asing untuk bisa ikut campur tangan dalam urusan di Papua, lanjut Gus Choi, antara lain adalah demokratisasi dan pelanggaran HAM. Berbagai isu aktual di Papua kerapkali dieksploitasi oleh LSM asing atau kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) di forum internasional. ”Saya tidak yakin jika ada aksiaksi yang menuntut referendum untuk memisahkan diri dari NKRI itu murni. Pasti ada campur tangan dan kepentingan pihak asing, yang memang sengaja berupaya memecah-belah negara kesatuan RI,” tandasnya.
Sumber : INDOPOS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar