9 Nov 2011
Ratusan Cluster Ngemplang
ANGSEL-Masifnya pembangunan pemukiman minimalis tipe cluster di berbagai kecamatan sejak Kota Tangsel masih di bawah Kabupaten Tangerang dan hingga Kota Tangsel terbentuk, banyak tak memenuhi aturan yang berlaku. Pasalnya, banyak perumahan yang tidak menyediakan lahan untuk fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) seperti yang diwajibkan pemerintah. Apalagi, banyak pengembang membangun perumahan cluster dengan lokasi lahan yang sangat minim. ”Idealnya semua pengembang perumahan menyerahkan lahan fasos dan fasum. Terutama untuk ketersediaan ruang terbuka hijau,” terang Haris J Prawira, Kabid Aset Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangsel. Penyerahan lahan fasos-fasum sebesar 40 persen dari total lahan yang dimiliki pengembang mengacu Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 1 Tahun 1987 yang mewajibkan setiap pengembang perumahan menyerahkan lahan fasosfasum 40 persen dari total luas lahan yang dimilikinya. Lahan itu terdiri dari jalan, saluran air, taman, tempat ibadah dan fasilitas penunjang lainnya.
Penelusuran INDOPOS, pembangunan perumahan tipe cluster biasanya berjumlah 10-120 unit hunian dengan tipe 29-26. Rata-rata satu rumah memiliki lahan 70-100 meter. Hunian jenis cluster marak dibangun di Kecamatan Pamulang, Ciputat dan Serpong. Tiap unit cluster dipasarkan pengembang dengan harga bervariatif mulai dari Rp 80 juta-Rp 250 juta/unitnya. ”Kami tidak melarang pembangunan hunian tapi harus juga disertai fasos-fasum yang wajib diserahkan ke pemerintah daerah sebagai aset,” papar Haris. Data yang diperoleh INDOPOS, saat ini ada 256 perumahan tipe cluster yang berdiri di Kota Tangsel. Dengan rincian, 192 lokasi berdiri saat Kota Tangsel masih menjadi bagian Kabupaten Tangerang (kabupaten induk). Dari jumlah itu, baru 44 perumahan yang memberikan fasos-fasum ke Kabupaten Tangerang dan diserahkan ke Kota Tangsel sebagai aset daerah.
Semenjak Kota Tangsel berdiri, ada 67 pemukiman tipe cluster berdiri. Dari jumlah itu baru 6 hunian yang menyerahkan kewajiban fasos-fasum. ”Karena itu saat ini sedang dilakukan pendataan langsung ke masingmasing clusteri,” cetusnya juga. Pendataan ini juga terkait rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Tangsel. Merujuk pada RTRW nasional, harus ada 20 persen ruang terbuka hijau di setiap daerah. Bila Kota Tangsel memiliki luas 147,19 Km maka lahan yang harus jadi RTH sekitar 2.800 hektare yang terbagi di 7 kecamatan. Sedangkan saat ini dari kewajiban 20 persen RTH baru tersedia 9 persen. ”Pengembang perumahan besar pasti menyerahkan fasos-fasum. Sedangkan pengembang perumahan cluster yang banyak belum menyerahkan kewajibannya,” ungkapnya juga. Sementara itu, Kepala Dinas Tata Kota, Bangunan dan Pemukiman (TKBP) Kota Tangsel Joko Suryanto mengatakan guna mencegah kesembrawutan pembangunan pemukiman jenis cluster, maka pada 2012 nanti perizinan pengembangan pemukiman jenis ini akan dibatasi.
Itu dilakukan guna menunggu aturan pada Raperda Pembangunan yang saat ini tengah digodok DPRD. ”Pembatasan pembangunan perumahan jenis cluster guna memaksimalkan RTH dan mengedepankan bangunan vertikal,” terangnya. Nantinya, pembangunan pemukiman dan gedung bertingkat akan dipusatkan di empat kecamatan yakni Setu, Pamulang, Serpong, dan Ciputat. ”Kalau ada pengembang yang berminat membangun hunian atau gedung maka di empat kecamatan itu tempatnya,” cetusnya juga. Lokasi rujukan diberlakukan setelah Raperda Pembangunan yang disahkan. Raperda itu mengadopsi Undang- Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung serta Undang- Undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. ”Setiap pengembang juga wajib menyediakan alat pemadam kebakaran, tangga darurat dan kontruksi bangunan tahan gempa bila ingin membangun di Kota Tangsel,” cetusnya juga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar